Wisata Kuliner Surabaya

Monday, May 23, 2011

Naskah: Dewi Anggiani Foto : Adi Wiratmo

Anda yang pernah singgah di Surabaya, pasti setuju kalau surganya kuliner menjadi predikat lain untuk Kota Pahlawan ini yang pada tanggal 31 Mei ini genap berusia 718 tahun. Selera merayakan ulang tahun Surabaya dengan menjelajah kulinernya. Ayo rek, ikuti jelajah kuliner bersama Selera!

Seperti karakter arek (sebutan akrab anak muda) Suroboyo yang terkenal apa adanya dan ceplas-ceplos, begitu juga dengan sebagian besar kuliner Surabaya. Tampilan kulinernya cenderung jauh dari cantik karena campuran petis udang atau keluwak (bumbu rempah berwarna hitam), tetapi jangan ditanya soal rasa. Bisa diadu. Mari kita buktikan!

Hari masih pagi saat Selera memulai penjelajahan kuliner. Meski mendung menyelimuti Surabaya sejak pagi, hal itu tak menyurutkan niat Selera untuk melakukan penjelajahan. Tujuan pertama, semanggi Suroboyo, makanan khas Surabaya.

Meski kini semanggi bisa dicicipi di hotel atau restoran, tetapi umumnya makanan ini dijajakan berkeliling oleh ibu-ibu yang biasa disebut bakul semanggi. Entah mengapa yang berjualan selalu ibu-ibu yang mengenakan kebaya, memakai kain batik (jarit), dan menggendong bakul (keranjang) di belakang badannya.

Para penjual semanggi sebagian besar datang dari desa Kendung, Benowo, Surabaya. Setiap pagi mereka berangkat bersama-sama dari Benowo, kemudian turun di Pasar Kupang sekitar pukul 07.00-07.30 WIB untuk berpencar ke seantero Surabaya. Selera pun ’mencegat’ salah satu penjual semanggi di Pasar Kupang.

Semanggi ini merupakan sejenis tanaman ganggang yang hidup di pematang sawah. Tanamannya kecil-kecil, daunnya berwarna hijau berhelai empat. Karena habitatnya di sawah itulah, kini tanaman semanggi sudah jarang ditemukan di Surabaya. Umumnya para pedagang semanggi memperoleh semanggi dari Krian, Mojokerto, dan Gresik.

Semanggi tergolong makanan sederhana, terdiri dari rebusan daun semanggi dan taoge yang disiram bumbu, mirip pecel. Bedanya dengan pecel adalah komposisi sayuran dan bumbu yang disiramkan. Bumbu semanggi terbuat dari campuran ubi manis rebus, kacang tanah, gula merah, dan petis yang dihaluskan. Kalau ingin pedas, tinggal ditambahkan sambal yang dicampur saat disajikan.

Cara makannya pun unik. Potongan kerupuk puli (kerupuk beras) yang gurih menjadi sendok untuk menyuapkan semanggi. Rebusan semanggi dan taoge yang tawar berubah menjadi manis pedas saat disiram dengan sambalnya. Disajikan di atas daun pisang, hem... makin sedap aromanya.

Kalau Anda sedang berkunjung di Surabaya dan tidak ingin repot mencegat bakul semanggi, datang saja ke tempat-tempat berikut, Foodcourt Jembatan Merah Plaza (JMP), pujasera Kartika Jl. Diponegoro, Taman Bungkul Jl. Darmo, Sentra PKL Penjaringan Sari, dan tempat lainnya.

Puas makan semanggi, yuk coba lagi makanan khas Surabaya. Urutan selanjutnya adalah lontong balap, seperti dalam lagu Semanggi Suroboyo, Lontong Balap Wonokromo. Kali ini Selera mencoba lontong balap. Bukan di Wonokromo, tetapi di Rajawali tepatnya di Jl Krembangan Timur No 32 C. Letaknya yang strategis di pinggir jalan Rajawali depan SPBU Rajawali sehingga warung ini terkenal dengan nama Lontong Balap Rajawali.

Warung ini sudah dibuka sejak tahun 1956. Meski jam buka resminya pukul 06.00-17.30 WIB, tak jarang pukul 14.00, sudah ludes. Itu yang membuat Selera penasaran, seperti apa sih lontong balapnya?

Namanya juga lontong balap, tentu saja terdiri dari lontong, taoge, tahu, dan lento (campuran singkong serut dan kacang tolo yang digoreng). Wuah, menurut Selera, lento inilah yang membuat lontong balap makin lezat. Sambal petis udang sebagai campuran lontong balap, membuat rasa kuahnya, gurih pedas.

Akan lebih mantap kalau ditambah dengan sate kerang yang dicampur dengan sambal dan kecap, lengkap dengan taburan bawang goreng. Pedas memang, tapi bikin nggak bisa berhenti makan. Lontong balap memang jodohnya sate kerang.

Saran Selera, setelah itu minumlah es degan (kelapa muda) yang dipercaya bisa menetralisir rasa kerang dan petis yang kuat. Karena kombinasi kerang dan petis bagi yang tidak kuat bisa menimbulkan alergi.

Apalagi makanan khas Surabaya? Ya, rujak cingur! Hampir di setiap sudut kota kita bisa menemukan penjual rujak cingur. Namun, mana yang paling legendaris? Tentu saja Rujak Cingur Akhmad Jais 40 yang sudah ada sejak tahun 1970.

Awalnya Ny. Lin Siang Yu berjualan rujak karena ingin membantu menghabiskan jualan cingur seorang pedagang keliling yang buta. Ternyata rujaknya digemari banyak orang hingga kini dikelola oleh Jennifer, generasi ketiga Ny. Lin.

Rujak ini sudah bukan hanya favorit orang Surabaya, tetapi sudah sampai ke luar negeri, seperti Malaysia, Hong Kong, Singapura, Jepang, dan Amerika. Bahkan Jennifer mengaku sudah melayani para ajudan Presiden Indonesia, mulai dari Bung Karno sampai SBY.

Sekilas, rujak ini tak beda dengan rujak cingur lainnya. Terdiri dari potongan bengkuang, timun, pencit (mangga muda), sayuran rebus seperti kangkung dan taoge, irisan tahu, tempe goreng super kering, mi, dan cingur (moncong sapi) yang sudah dibumbui dan direbus.

Begitu juga dengan bumbunya yang terdiri dari petis, kacang tanah goreng, bawang putih goreng, pisang kluthuk (pisang batu) dan cabai yang diulek jadi satu. Penasaran dengan rasa bumbunya, tanpa sadar Selera sudah mencoleknya. Kacang tanah pada bumbu tidak diulek kasar sehingga saat dimakan masih terasa butiran kacangnya. Baru bumbunya saja, sudah bikin Selera merem melek.

Tak sabar, Selera pun mencampur semua bahan dengan bumbunya. Kesegaran bahan berpadu dengan bumbu pedas gurih, memberi sensasi rasa yang unik. Favorit Selera tentu saja cingur yang ukuran potongannya besar-besar, tetapi tetap empuk dan gurih.

Kuliner Ikon Surabaya

Rawon setan dirintis oleh Musiati di tahun 1953 yang memiliki jam buka unik pukul 02.00-pagi hari karena melayani para pekerja malam. Saat Musiati berhenti, usahanya dilanjutkan oleh Endang dan Bu Sup (Supiah), cucu dan menantunya. Mereka berjualan di emperan Jl. Embong Malang. Jam bukanya pukul 23.00 hingga pagi hari, saat itulah namanya tenar sebagai Rawon Setan.

Sayangnya, kerja sama mereka berakhir dan memutuskan membuka warung secara terpisah. Mereka tetap menggunakan nama Rawon Setan, tetapi ditambah nama mereka, plus foto diri untuk logo warung. Supiah membuka depot di Jl. Tunjungan, sementara Endang membuka depot yang merajai beberapa pujasera dan mal.

Nah, yang mengelola Rawon Setan di Jl. Embong Malang yang begitu ramai itu adalah Juwariah dan Lusi, dua anak Musiati. Memang, tiga dari empat anak Musiati turut mengembangkan usaha Rawon Setan.

Terserah Anda mau memilih yang mana, tetapi Selera memutuskan mendatangi Rawon Setan di jl. Embong Malang karena warung ini sangat ramai. Tenang, Anda tak perlu datang malam-malam atau dini hari karena Rawon Setan ini, kini buka pukul 08.00-04.00 WIB.

Warungnya memang tak begitu besar, tetapi lumayan ramai saat jam makan siang atau makan malam. Seperti sebagian besar warung legendaris, dindingnya penuh dengan foto orang terkenal yang pernah singgah di sini.

Begitu rawonnya muncul, Selera tak kuasa menahan liur. Kuahnya hitam pekat karena bumbu keluwek yang dominan. Potongan daging sapinya besar dan empuk, gurih pula karena bumbu rawonnya meresap ke serat daging. Tambahkan taoge pendek, bawang goreng, dan sambal super pedas. Nah, seporsi Rawon Setan siap dinikmati.

Selain rawon, Surabaya juga terkenal sebagai gudangnya bebek goreng. Ada banyak warung bebek goreng yang enak, tetapi Selera mendatangi bebek Cak Yudi yang legendaris.

Cak Yudi mulai merintis usaha bebek gorengnya sejak tahun 1982. Saat itu menu bebek goreng masih belum terlalu dikenal oleh orang Surabaya. Bisa dibilang Cak Yudi berjasa mempopulerkan bebek goreng di Surabaya. Kini, Cak Yudi mengelola dua warung yang berada di Jl. Torawitan Tanjung Perak (buka pukul 15.00-17.00) dan di Jl. Kepanjen Pojokan (11.00-15.00).

Selera memilih mendatangi warung Cak Yudi di Jl. Kepanjen tepat di depan Kantor Pos Besar. Memang tidak sebesar di jl. Torawitan, tetapi tak kalah ramai. Apalagi lokasinya yang strategis, berada di areal sekolah dan perkantoran, membuat Selera harus berjuang untuk mendapatkan tempat duduk.

Begitu pesanan datang, Selera tak sabar untuk mencobanya. Bebeknya begitu empuk, tidak berlemak, tidak amis dan gurih karena bumbunya begitu meresap dalam daging. Bebek goreng ini semakin mantap karena sambal pencit super pedas yang disajikan sebagai padanannya. Cocok sekali saat dicampur dengan nasi putih. Rasa gurih bebek, asam dan pedasnya sambal pencit, membuat Selera ketagihan. Tak heran banyak orang menambah nasi saat ’berhadapan’ dengan bebek ala Cak Yudi ini.

Yang juga tak bisa dilewatkan saat jelajah kuliner Surabaya adalah Sate Klopo Ondomohen, sate kelapa paling kondang di Surabaya. Letaknya di Jl. Walikota Mustajab (Jl. Ondomohen) makanya kondang dengan nama jalannya.

Warung ini dirintis oleh Mariam di tahun 1952. Saat itu warungnya masih berada di Jl. Genteng. Sejak tahun 1988, giliran kedua putri Mariam, Asih dan Naifa, yang meneruskan usahanya. Mereka pun membuka warungnya di Jl. Walikota Mustajab sampai kini.

Uniknya, mereka bergiliran membuka warung. Pukul 05.00-15.00, Asih yang membuka warung, kemudian pukul 17.30-23.30 dilanjutkan oleh Naifa. Namun, jangan khawatir, keduanya mewarisi resep yang sama.

Melihat sejarah panjang warung ini, Selera jadi tak sabar untuk mencoba sate kelapanya. Jangan salah meski namanya sate klopo, bukan (buah) kelapa yang disate, melainkan daging sapi yang dibalur parutan kelapa.

Sebelum dibakar, daging sapinya diungkep dengan parutan kelapa berbumbu. Parutan kelapa inilah yang membuat dagingnya tidak hangus terbakar seperti sate lainnya. Dagingnya empuk apalagi dipadu dengan parutan kelapa berbumbu membuat rasa satenya lebih gurih dan lezat. Colek dengan bumbu kacang yang dilengkapi dengan potongan bawang merah, kecap, dan cabai. Selera memilih memakannya dengan lontong yang disajikan dengan taburan serundeng. Mantap!

Masih ingin nyemil, tapi tidak ingin terlalu kenyang? Coba tahu campur dan tahu tek. Dua makanan khas dari Lamongan ini sangat mudah ditemui di Surabaya. Mana yang enak? Pertama, Selera melangkahkan kaki ke Tahu Campur H. Mahfud di Jl. Kalasan 22 Surabaya. Warung ini terkenal karena mampu bertahan sejak tahun 1973. Jangan lupa perhatikan jam bukanya, mulai pukul 13.00-22.00 WIB.

Apa saja sebenarnya isi tahu campurnya? Potongan tahu goreng, irisan selada, taoge rebus, mi, dan irisan perkedel singkong. Bahan tersebut lalu disiram dengan kuah berwarna kuning kecokelatan yang berisi potongan daging. Seporsi tahu campur disajikan taburan kerupuk udang.

Yang membuat tahu campur istimewa adalah petis udang dan kuah kaldunya. Petis udang menyumbang rasa manis dan gurih. Selain itu potongan dagingnya pun besar-besar. Pokoknya puas menyantap seporsi tahu campur.

Satu lagi tahu berbumbu yang wajib coba, Tahu Teck-Teck H. Ali yang berada di Jl. Dinoyo 147 A. Warung mungil yang sudah ada sejak tahun 1960an ini menjadi jujugan para artis yang bertandang ke Surabaya.

Satu porsi tahu tek berisi irisan lontong, tahu goreng, telur (jika suka), kentang rebus yang digoreng. Semua bahan tersebut lalu dipotong dengan gunting. Gunting yang beradu inilah yang menimbulkan suara ”tek-tek”.

Racikan tersebut masih ditambah kerupuk udang, taoge, irisan seledri dan disiram dengan bumbu kental. Di sinilah letak istimewanya tahu tek H. Ali. Petisnya dimasak sampai benar-benar matang, kemudian dicampur dengan kacang goreng giling dan berbagai bumbu lainnya. Warnanya coklat kehitaman karena dominasi petisnya. Rasanya pedas, gurih, nikmat!

Ungkapan dont judge a book by its cover, sangat cocok menggambarkan kuliner Surabaya. Tampilannya memang jauh dari indah, tetapi rasanya jangan ditanya, ueenak tenan!

2 comments:

Kreasi Marie said...

Surabaya memang kaya akan kuliner, sampai terkadang bingung harus memilih yang mana, habis enak semua sihh hehehehe....

Kreasi Marie said...

Surabaya memang kaya akan kuliner, sampai terkadang bingung mau pilih yang mana, habisnya enak semua sihh hhehehehe....